Tuesday, February 12, 2008

Sang rasa

Keluarga saya tergolong keluarga yang berkecukupan. Tidak kaya, tapi berkecukupan. Pengalaman hidup sederhana semenjak kecil membuat saya terbiasa hidup apa adanya. Apa adanya berarti saya terbiasa menikmati apa yang ada. Apa yang alam raya sediakan untuk kelanjutan ritme kehidupan yang saya jalani.

Dari mulai soal makanan. Apa yang ada di meja makan ya harus dihabiskan, kalau bisa dinikmati. Apa yang menurut saya tidak enak, ya tetap harus masuk ke perut. Saya suka ayam goreng. Tetapi kalau di meja makan hanya tersedia sayur bayam... artinya saya harus menunda ayam goreng tadi sampai waktu yang belum ditentukan.

Soal tempat tinggal. Bagaimanapun bentuk atau seberapapun luasnya tempat dimana saya harus tinggal, harus saya rasakan nyaman ketika pulang ke rumah. Rumah kontrakan, rumah kreditan, ataupun rumah di kompleks yang sekarang saya tinggali...that would be my castle. Setiap kali lewat perumahan Pondok Indah, saya nggak pernah ngayal sekalipun untuk punya rumah sebesar itu suatu hari. Karena rumah BTN saja buat saya sudah cukup mewah.

Sekarang saya tinggal di kamar kos yang sangat kecil. Tidak lebih besar dari kamar mandi orang tua saya di rumah. Tapi buat saya sudah cukup membahagiakan bisa sanggup membayar 350 ribu rupiah tepat waktu tiap bulannya. Setidaknya begitu.

Mewah-tidak mewah, nyaman-tidak nyaman, enak-tidak enak... buat saya cuma bisikan sang rasa. Pada saat sang rasa dan keluhan bersitegang, maka saya harus berpikir lebih banyak bagaimana harus mengatasi keterbatasan yang menghampiri.

Kalau berkata 'Alhamdulillah' saja terasa belum cukup....
Rasanya saya harus lebih mampu berkata 'Astaghfirullah'.

Keterbatasan selalu saja punya cara untuk mengajarkan saya bagaimana harus bertahan.
Tapi keterbatasan tetap memberikan saya pilihan, rasa yang bagaimana yang harus saya pilih.

Sama ketika saya menghadapi 'ketidakenakan' di tempat kos yang baru... maka akan sama ceritanya seperti ayam goreng yang 'kenikmatannya' harus saya tunggu sampai waktu yang belum ditentukan.

Sang rasa tetap akan menhampiri saya.
Sang rasa akan tetap membuntuti.
Dan sang rasa akan selalu membawa saya pada sebuah kesepakatan, bahwa hidup ini terlalu sempurna untuk dibilang 'kurang'.

Karena keterbatasan justru membuat saya selalu merasa kaya, karena bersyukur...

Read more...

  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP