Friday, December 12, 2008

Editor-nya ngapain aja???



Gimana bisa ya tulisan headline segede gini sampe gak keliatan mata editornya???
small thing........big impact! sayang sekali......

Read more...

Tuesday, December 2, 2008

Membaca Isyarat Tuhan...

Saya belum pernah bertemu dengan Tuhan.
Tapi saya meyakini...Tuhan begitu dekat.
Tanpa pernah lengah mengawasi setiap tindakan dan isi hati.
Tuhan terlalu dekat untuk dikelabuhi.

Ketika saya bahagia...saya selalu ingat Tuhan.
Tapi itu tidak terlalu lama.
Namun ketika saya dalam kesedihan yang amat sangat.
Saya tidak henti-hentinya merengek...
"Tuhaaaaan....kenapa begini? Tuhaaaaan...kenapa begitu?"

Mungkin Tuhan sudah bosan mendengar rengekan saya.
Sayapun sudah cukup malu untuk meminta ini itu.
Walaupun saya tahu...semuanya terlalu mudah untuk Tuhan untuk memutuskan.
Cukup dengan bersabda.
Maka terjadilah.

Saya selalu mencari cara bagaimana berkomunikasi dengan Tuhan.
Pakai email....nggak mungkin.
Pakai sms....nggak mungkin.
Pakai telepon....nggak mungkin.

Berdoa setiap selesai sholat....semakin terasa searah.
Karena isinya nggak jauh dari minta ini minta itu.
Rasanya seperti Tuhan itu 'bisu'.
Saya pun mulai lelah........

Pasrah......

Tapi pasrah bukan sekadar apatis...
Pasrah mengajarkan saya sesuatu.
Pasrah adalah dimana saya berada di titik terendah sebagai manusia...dan menyerahkan diri ke sesuatu yang tertinggi.

Saya terdiam.
Saya berpikir.
Saya mulai mengerti.
Tuhan sedang mengajarkan saya sesuatu.

Tuhan tidak seperti guru Sekolah Dasar.
Yang mengajarkan segala sesuatu melalui media papan tulis.

Tuhan selalu punya cara memberi tahu....
Bahwa syahadat, sholat, puasa, sedekah, dan berhaji saja tidak cukup menjadikan
saya sebagai manusia yang utuh.

Tuhan selalu punya cara.
Bagaimana membuat saya mengerti reaksi-Nya.

Iqra...

Bacalah...

Read more...

Generasi Fast Food


Jaman udah berubah.
Orientasi hidup sebagian orang mulai bergeser.
Semua sibuk.
Beberapa merasa tertekan.
Uang pun dijadikan alasan.

Gue nggak pernah paham dengan istilah
"terpengaruh arus globalisasi".
Terpengaruh yang bagaimana?

Yang gw tau, gue sekarang hidup di zaman FAST FOOD.
Serba instant.
Serba mudah.
Namun juga terlalu tergesa-gesa karena tertata oleh
kepraktisan.

Makan siang di Burger King, mulai meninggalkan
warteg sego pecel sebelah kantor.
Pulang naik taxi, karena gak tahan dengan
sempitnya kereta jabotabek.
Belanja di hipermarket, karena merasa makin gak nyaman
dengan pasar tradisional yang bau.

Padahal....
Bau tempe mendoan dari 'opened kitchen' si mbok,
suara pengamen tuna netra dengan musik minus one yang seadanya,
memandang pedagang pasar dan pembeli yang pantang menyerah menawar harga...
justru menawarkan 'keromantisan' yang lebih.

Memaksa gue untuk tetap melihat, mendengar, dan merasa...

Melihat.
Mendengar.
Merasa.

Melihat.
Mendengar.
Merasa.

Peka.

Nggak seperti makan di Burger King.
Datang, pesan, makan, lalu pergi.
Cuek sama Whopper yang tersisa,
atau chilli sauce yang terbuang karena ambil terlalu banyak.

Ah....
generasi fast food...

Read more...

Tuesday, November 4, 2008

FROZEN

You only see what your eyes want to see
How can life be what you want it to be
You're frozen
When your heart's not open

You're so consumed with how much you get
You waste your time with hate and regret
You're broken
When your heart's not open

if I could melt your heart
we'd never be apart
give yourself to me
you hold the key

Now there's no point in placing the blame
And you should know I suffer the same
If I lose you
My heart will be broken

Love is a bird, she needs to fly
Let all the hurt inside of you die
You're frozen
When your heart's not open

Read more...

Friday, October 31, 2008

Rumah impian....


Bangunan yang kumiliki dari hasil keringat sendiri.
Bentuknya sederhana.
Ada sebuah kursi kayu panjang,
ditemani beberapa bonsai di teras depan.

Temboknya abu-abu dengan tone yang ringan.
Dengan beberapa jendela yang geometrik.
Di ruang utama ada lukisan besar bergaya pop-art.
Dan sebuah sofa vintage yang antik.

Kamarku tidak mewah.
Tapi terlihat berbeda karena poster besar The Beatles itu.
Lantainya beralas parquette.
Cahaya yang masuk juga tidak banyak.

Ada taman sederhana di halaman belakang.
Dengan sebuah kolam berisi puluhan ikan koi.
Dapurnya kecil, namun bersih dan rapi.
Tanpa banyak storage.

Hmm…
Mudah-mudahan ada rezeki lebih.
Supaya bisa kubuat sebuah studio kecil
di salah satu sudutnya.

Read more...

Tuesday, October 28, 2008

Mungkin someday...dia akan mengerti.

Malam ini, 10.28 wib.
udara begitu bersahabat.
Terserah-nya Glenn fredly berulang kali
terputar di playlist.
Liriknya pun semakin terngiang di kepala.

Gue masih harus menyelesaikan beberapa sidejob yang tertunda.
Karena file-nya harus gue email ke klien besok pagi.

Letih........

Ada sesuatu yang mengusik pikiran gue.
Seseorang.
Baru aja gue baca blog pribadinya di friendster.
Berbicara tentang rumah barunya.

Just a list of complains about that house.
But i can 'see' how he's so happy with that...
He said "Alhamdulillah...."
And that's the best part.
I think.

Ada hal yang berbeda.
Dalam hati dan pikiran.
Tentang dia.

Tapi.......
Terlalu banyak salah paham di masa lalu,
yang hampir gak pernah 'terobati' hingga kini.

Memilih kata yang pas untuk menjelaskannya pun,
gue nggak pernah mampu.

Menjadikan sakit kepala sebagai teman.
Menjadikan sakit hati sebagai sahabat.
Mungkin pilihan yang tepat.

Penat.

Namun, sudahlah....

Read more...

Tuesday, February 12, 2008

Sang rasa

Keluarga saya tergolong keluarga yang berkecukupan. Tidak kaya, tapi berkecukupan. Pengalaman hidup sederhana semenjak kecil membuat saya terbiasa hidup apa adanya. Apa adanya berarti saya terbiasa menikmati apa yang ada. Apa yang alam raya sediakan untuk kelanjutan ritme kehidupan yang saya jalani.

Dari mulai soal makanan. Apa yang ada di meja makan ya harus dihabiskan, kalau bisa dinikmati. Apa yang menurut saya tidak enak, ya tetap harus masuk ke perut. Saya suka ayam goreng. Tetapi kalau di meja makan hanya tersedia sayur bayam... artinya saya harus menunda ayam goreng tadi sampai waktu yang belum ditentukan.

Soal tempat tinggal. Bagaimanapun bentuk atau seberapapun luasnya tempat dimana saya harus tinggal, harus saya rasakan nyaman ketika pulang ke rumah. Rumah kontrakan, rumah kreditan, ataupun rumah di kompleks yang sekarang saya tinggali...that would be my castle. Setiap kali lewat perumahan Pondok Indah, saya nggak pernah ngayal sekalipun untuk punya rumah sebesar itu suatu hari. Karena rumah BTN saja buat saya sudah cukup mewah.

Sekarang saya tinggal di kamar kos yang sangat kecil. Tidak lebih besar dari kamar mandi orang tua saya di rumah. Tapi buat saya sudah cukup membahagiakan bisa sanggup membayar 350 ribu rupiah tepat waktu tiap bulannya. Setidaknya begitu.

Mewah-tidak mewah, nyaman-tidak nyaman, enak-tidak enak... buat saya cuma bisikan sang rasa. Pada saat sang rasa dan keluhan bersitegang, maka saya harus berpikir lebih banyak bagaimana harus mengatasi keterbatasan yang menghampiri.

Kalau berkata 'Alhamdulillah' saja terasa belum cukup....
Rasanya saya harus lebih mampu berkata 'Astaghfirullah'.

Keterbatasan selalu saja punya cara untuk mengajarkan saya bagaimana harus bertahan.
Tapi keterbatasan tetap memberikan saya pilihan, rasa yang bagaimana yang harus saya pilih.

Sama ketika saya menghadapi 'ketidakenakan' di tempat kos yang baru... maka akan sama ceritanya seperti ayam goreng yang 'kenikmatannya' harus saya tunggu sampai waktu yang belum ditentukan.

Sang rasa tetap akan menhampiri saya.
Sang rasa akan tetap membuntuti.
Dan sang rasa akan selalu membawa saya pada sebuah kesepakatan, bahwa hidup ini terlalu sempurna untuk dibilang 'kurang'.

Karena keterbatasan justru membuat saya selalu merasa kaya, karena bersyukur...

Read more...

Monday, January 28, 2008

Pulang...


Setiap kali mendengar kata 'pulang', selalu saja ada rasa yang berbeda dalam diri saya.
Seperti kembali ke masa sekolah, mendengar bel terakhir berdering, dan semua teman saya berteriak "Horeeee!!! pulaaaang!!!"

Adakah sesuatu yang sebeneranya dirindukan?

Mendengar kata 'pulang' seolah sedang melepas letih dan penat yang menggerogoti.

Mendengar kata 'pulang' seringkali membawa pikiran saya pergi jauh meninggalkan duniawi.

Tidak ada obsesi.
Tidak ada ego.
Tidak ada mimpi.

Yang ada hanya pasrah.
Tanpa daya.
Merelakan diri.

Menyerahkan diri seutuhnya pada sesuatu yang menembus naluri terhakiki saya sebagai manusia.

Pun saya harus kembali pergi.
Maka pergi akan tetap sesaat.
Dan memaksa saya pulang.
Pada akhirnya.

Read more...

Monday, January 21, 2008

Dialog gue dan si kasur: pergulatan atas sebuah kesederhanaan

Belum lama ini, gue ngungsi dari kosan lama.
Ternyata, mencari sedikit kenyamanan emang susah banget.
Mahal banget tepatnya.

Rasanya pengen banget nemu kasur yang super nyaman setelah seharian bergelut dengan Jakarta yang sumpek. Membuat gue pengen ngobrol sama si kasur super nyaman di apartemen Four Seasons.

Gue: "kasur...kemana aja siiiih? gue udah capek nih nyari-nyari kamuuu...."

Kasur: "punya duit berapa buat nidurin gue?"

Gue: "gue cuma punya 350 ribu. cukup?"

Kasur: "Kalo gitu loe cari aja kasur lain."

Gue pasrah beranjak pergi dengan segumpal kecewa.

Jakarta emang terlalu angkuh buat gue, karyawan biasa yang cuma punya 350 ribu buat membeli sebuah kenyamanan.

Segumpal kecewa itu pun membawa gue ke sebuah kasur yang jauh lebih kecil, keras, dan lebih bau dari si kasur apartemen Four Seasons tadi...

Saat kenyamanan terasa begitu mahal, 350 ribu seolah nggak ada artinya lagi. Jakarta menjual kenyamanan dengan harga tinggi, dan gue belum mampu berkompromi dengan itu semua.

Tapi gue sadar, di luar sana masih banyak yang cuma mampu membeli lebih sedikit kenyamanan dengan sedikit rupiah untuk selembar kardus bekas atau kertas koran untuk alas tidurnya.

Ketika melihat kasur gue yang sederhana, gue bersyukur.
Ketika melihat kembali kasur apartemen Four Seasons, gue berharap.

Berharap suatu hari nanti kasur apartemen Four Seasons itu sedikit berendah hati dan mau menoleh sedikit ke arah gue yang udah punya rezeki lebih.

Semoga.

Read more...

Wednesday, January 2, 2008

Bertanya sang hati padaku

Sekolah tinggi-tinggi.
Beli buku mahal-mahal.
Cari kerja susah-susah.
Apa yang dicari?
Gaji gede?

Teman sana-sini.
Sahabat kanan-kiri.
Cinta datang-pergi.
Apa yang dicari?
Belahan jiwa?

Ibadah siang-malam.
Puasa sering-sering.
Sedekah banyak-banyak.
Apa yang dicari?
Masuk surga?

Jangan terlalu lama mencari jawaban.
Karena sang hati tengah mencari kepastian.

Read more...

  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP